Jumat, 08 Februari 2013

Anak sulungku bilang: Hidup itu keras ayah..........





Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa merasakan keberadaan diri kita di dunia ini. Kita bisa melihat diri kita di depan kaca. Kita bisa melihat wajah kita seperti apa... dan tubuh kita seperti apa. Ketika berjalan kita bisa memperhatikan bagaimana kita berjalan. Ketika berbicara dengan orang lain kita bisa perhatikan kata-kata yang keluar dari mulut kita. Dan dengan berbagai kejadian yang kita alami di kehidupan kita....hati kita juga bisa merasakan berbagai perasaaan yang timbul akibat berbagai peristiwa tersebut, positif maupun negatif.
Akan tetapi cukup banyak juga di antara kita yang kadang-kadang merasa seperti dirinya hilang. Seperti bingung apa yang sebenarnya di rasakan dalam hati tentang kehidupan yang dijalani. Dan kemudian lebih sering bicara dengan diri sendiri dan merasa malas untuk bicara dengan orang yang dirasa tidak ada kecocokan. Apa yang sebenarnya terjadi?




Batin atau hati ini terasa seperti ada yang hilang, banyak perasaan yang sebenarnya sedang dirasakan oleh hati ini. Mungkin ini datang karena ada perasaan kesepian atau kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain,  tapi bukan hanya sekedar orang lain, melainkan orang yang seharusnya benar-benar mengerti akan perasaan yang di rasakan, hanya kesempatan itu tidak ada atau ada tapi tidak merasakan ada.

Bisa juga karena dalam kehidupan, sering dirasakan berbagai perasaan negatif seperti marah, stress, dan berbagai beban emosi negatif lainnya, membuat batin atau hati ini menjadi capai. Kemudian seperti seakan-akan lebih mudah ketika mengabaikan semua perasaan yang mengganggu tersebut. Seakan-akan merasa tidak sepatutnya saya merasakan semua perasaan negatif tersebut, dengan semua hal yang bisa saya syukuri di dunia ini.
Tanpa di sadari, kecenderungan untuk mengabaikan perasaan dalam hati ini adalah tanda bahwa saya kurang bersyukur dengan batin atau hati yang telah diberikan oleh Allah Sang Maha Pencipta. Hati/batin ini yang sifatnya abstrak diciptakan untuk merasakan perasaan. Perasaan-perasan itu muncul dan dirasakan sebagai tanda bahwa ada sesuatu yang harus diselesaikan.
  • Perasaan marah sebagai tanda untuk menyelesaikan masalah dan memaafkan orang lain. 
  • Perasaan stress sebagai tanda untuk mengurangi beban stress dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi tekanan. 
  • Dan perasaan-perasaan negatif lain-nya pun mempunyai fungsi-nya masing-masing sebagai indikator atau tanda bahwa ada sesuatu dalam kehidupan saya yang harus diselesaikan. 



Mengabaikan semua perasaan yang wajar dirasakan oleh manusia, membuat hati semakin terbebani dengan semua perasaan negatif, sampai tiba di suatu titik yang di sebut dengan MATI RASA. Seakan-akan sudah tidak merasakan apa-apa lagi. Dengan mati rasa ini, perasaan negatif yang lainnya menjadi timbul, seperti perasaan kurang di perhatikan. Dan yang lebih menyakitkan, perasaan negatif yang dirasakan akibat mati rasa ini adalah perasaan kurang diperhatikan oleh diri sendiri. Padahal diri saya sendiri adalah orang yang paling bisa diandalkan untuk menyayangi dan memperhatikan diri sendiri.
Dalam kondisi sakit di dalam batin/hati seperti ini, lebih mudah terluka ketika terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan dalam hidup. Interaksi dengan orang lain, terutama yang tidak dirasakan ada kecocokan, bisa semakin berkurang, untuk mencegah melukai hati lebih lanjut.
Dan lama-kelamaan, tanpa di sadari, mulai muncul berbagai macam penyakit. Yang tadinya hanya sekedar psikosomatis, yaitu penyakit fisik yang disebabkan secara langsung oleh emosi negatif, menjadi penyakit yang bisa lebih mudah terdeteksi dengan peralatan medis. Kemampuan metabolisme dan imunitas tubuh menurun, dan semakin mudah penyakit lainnya untuk timbul di dalam tubuh. Jika siklus-nya tidak di berhentikan, berbagai kemungkinan yang tidak ingin terjadi.
Semuanya itu di awali dengan kecenderungan mengabaikan perasaan negatif di dalam hati.




Teringat akan kata bijak berikut....
"Kalau Anda lunak pada diri sendiri, kehidupan akan keras terhadap Anda. Namun, kalau Anda keras pada diri sendiri, maka kehidupan akan lunak terhadap Anda. (Douglas MacArthur)

Telah banyak rasanya kekerasan dalam hidup telah aku alami selama ini, kadang mungkin kekerasan yang telah dilakukan selama ini hanya perasaan diri ini saja. 
Kalau saya ingat kembali salah satu peristiwa yang pernah terjadi, disuatu pagi ketika saya harus melakukan kewajiban sebagai seorang ayah sendirian, dirumah harus menyiapkan sarapan buat ketiga anakku yang sudah siap pergi menuju sekolahnya masing-masing di tempat yang berbeda-beda dan membutuhkan waktu perjalanan minimal 30 menit sampai tujuannya. Pada saat ketiga anakku telah pergi menuju sekolahnya, Ketika saya harus mematikan kompor yang diatasnya air sudah mendidih, saya sedang menjemur pakaian ditempat jemuran pada lantai 2 yang semalam sudah saya cuci, bersamaan dengan itu didepan rumah terdengar suara pintu diketuk oleh seseorang (saya pikir tamu yang datang). Pada saat kejadian ini waktu telah menunjukkan pukul 06.45 WIB, sedangkan saya harus sudah tiba disekolah (tempat saya bekerja) pukul 07.00 WIB karena pada hari itu hari Senin, dimana rutin dilaksanakan Upacara Bendera. Ya Allah......apa yang harus saya perbuat ......sombngkah jika hal ini kukatakan sesuatu yang mudah dan sepele.....




Satu peristiwa lagi, saya harus menjemput seseorang disuatu tempat. Atas kesepakatan bahwa saya harus sudah tiba dilokasi pada pukul 23.00 WIB. Atas rasa kekhawatiran diri, akhirnya pukul 22.00 saya sudah berada di lokasi......dan beberapa saat kemudian ada informasi perubahan waktu menjadi pukul 02.00 dini hari....Ya Allah.....apa yang harus saya perbuat.....Akhirnya kuputuskan saya tidur semalaman ditempat sepi dan dingin ini sampai menanti kehadiran seseorang karena khawatir jika pulang malah saya kebablasan tidur dirumah......sombngkah jika hal ini kukatakan sesuatu yang mudah dan sepele.....

Kejadian terulang kembali, saya sudah sepakat dengan seseorang akan ketemu pukul 09.00 WIB sekaligus menjemputnya di suatu daerah luar kota dengan menempuh waktu perjalanan hampir 3 jam dari rumah ku. Seperti biasa saya pun kembali timbul rasa kekhawatiran takut terlambat,  dan Alhamdulillah pukul 08.30 WIB saya sudah tiba ditempat yang sudah dijanjikan. Dan apa yang terjadi.....beberapa saat kemudia, ada berita bahwa seseorang tersebut tidak jadi datang dan tidak perlu dijemput.
Ya Allah....apa lagi yang harus saya perbuat...... sombngkah juga jika hal ini kukatakan sesuatu yang mudah dan sepele.....
 
Ya Rabb...maafkan aku......entah apa yang telah terjadi dalam pikiran ku kali ini. Kurang tegar dan keraskah dalam menjalani hidup ini...atau kurang rasa syukur padaMu ya Allah.......
Benar kata anak sulungku.....Hidup itu keras Ayaahhh......



 
Jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 
(QS. An-Nahl: 18).

Memusatkan pikiran kita pada hal-hal baik yang kita miliki, akan membantu kita untuk lebih mudah bersyukur. Sementara bersyukur akan menambah kebahagiaan dari apa yang sudah kita miliki serta menarik kebaikan-kebaikan lain di sekitar kita.
Berkaitan erat dengan rasa syukur ini, adalah keluasan kita dalam memberi. Ajaibnya, semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula yang kita miliki. Rasulullah saw. bersabda:

“Kemurahan hati adalah dari (harta) dan pemberian Allah. Bermurah hatilah niscaya Allah bermurah hati kepadamu.” (HR. Ath-Thabrani).
“Memberi sedekah, menganjurkan kebaikan, berbakti kepada orang tua, dan silaturrahmi dapat mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, menambah berkah umur, dan menolak kejahatan.“ (HR.Abu Na’im).

Ketika kita membagikan kasih sayang kita, semakin banyak pula kasih sayang yang memenuhi hati kita. Semakin banyak kita memberikan kebahagiaan pada orang lain, semakin besar pula kebahagiaan yang kita rasakan. Sumber kebahagiaan ada dalam diri kita masing-masing. Dalam pikiran yang berprasangka baik, hati yang bersyukur, dan diri yang senang memberi.

Seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, berilah kami resep hidup bahagia.” Rasulullah menjawab, “Bersedekahlah di kala kamu masih sehat, sementara hidupmu masih serba kekurangan dan kamu sendiri ingin menjadi kaya.” (HR. Bukhari dan Muslim).



Ya Alah...berikan kekuatan dan jalan kemudahan untuk menyelesaikan segala kesulitan hidup ini. Dekatkan saya bersama orang-orang yang mampu mengerti akan kesulitan ini, agar saya tetap dapat bertahan dan barsabar dalam menjalaninya ....dengan penuh kesyukuran padaMu ya Allah.......
Amin.......

Akhirnya, semoga apa yang terjadi ini dapat memberikan inspirasi buat pembaca semua, terutama yang sedang mencari kekuatan diri dalam menghadapi kesulitan hidup yang diberikan Allah pada kita. Yang jelas semua ini terjadi, dengan penglihatan berdasarkan kacamata keimanan...Yakin Allah sangat mencintai. Dengan ujian ini, adalah salah satu bentuk perhatianNya kepada kita, Semoga.........

Yu........sampai jumpa lagi dilain peristiwa.
Daaahhh.......





2 komentar:

  1. Balasan
    1. sangat senang sekali kalau bung Agrend Kusuma bisa mampir disini. Terima kasih kehadirannya ya....salam kenal.

      Hapus